Friday, 25 March 2016

TUBERCULOSIS PARU (TBC)

TUBERCULOSIS PARU (TBC)

A.  Pengertian
       Menurut Prince (1997), tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium Tuberculosis yang hampir seluruh organ tubuh dapat diserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah paru-paru.

B.  Etiologi
       Menurut Prince (1997), etiologi tuberculosis paru adalah Mycobacterium tuberculosis yang berbentuk batang dan tahan asam panjang 1-4/Mm dengan tebal 0,3-0,5/Mm. Selain itu kuman lain memberi infeksi yang sama yaitu M.bovis, M.kansasii, M.intracellutare.

C.  Patofisiologi
       Menurut Prince (1997), patofisiologi dari TBC adalah :
1.    Infeksi Primer
       Pertama kali klien terinfeksi oleh tuberculosis disebut sebagai infeksi primer Dan biasanya terjadi pada apeks paru atau dekat pleura lobus bawah. Infeksi primer mungkin hanya berukuran mikroskopis, dan karenanya tidak tampak pada foto ronsen. Tempat infeksi primer dapat mengalami proses degenerasi nekrotik (perkrjuan) tetapi bisa saja tidak. Yang menyebabkan pembentukan rongga terisi yaitu oleh massa basil tuberkel seperti keju, sel-sel darah putih yang mati, dan cairan paru nekrotik. Pada waktunya meterial ini mencair dan dapat mengalir ke dalam percabangan trakheobronkial dan dibatukan. Rongga yang berisi udara tetap ada dan mungkin tereteksi ketika dilakukan rogten dada.
      Sebagian besar tuberkel primer menyembuh dalam periode bulanan dengan membentuk jaringan perut dan dada akhinya terbentuk lesi pangapuran yang juga dikenal sebagai tuberkel ghon. Lesi ini dapat mengandung sel hidup yang aktif kembali, meski telah baetahun-tahun, dan menyebabkan infeksi sekunder.
       Infeksi TB primer menyebabkan tubuh mengalami reaksi alergi terhadap basil tuberkel dan proteinnya. Respon imun selerini tampak dalam bentuk sensilitasi sel-sel T yang terdeteksi dalam reaksi positif pada tes kulit tuberkulin. Perkembangan sensivitas tuberkulin ini terjadi pad semua sel-sel tubuh, 2-6 minggu setelah infeksi primer. Dan akan dipertahankan selama basil hidup berada dalam tubuh. Imunitas di dapat ini biasanya menghambat pertumbuhan basil lebih lanjut dan terjadinya infeksi aktif.
       Faktor yang tampaknya mempunyai peran dalam perkembangan TB menjadi penyakit aktif termasuk :
a.    Usia lanjut
b.    Imunosupresi
c.    Infeksi HIV
d.   Malnutrisi, alkoholik dan penyalahgunaan obat.
e.    Adanya keadaan penyakit lain, misalnya DM, gagal ginjal kronik atau maligna.
f.     Predisposisi genetik.
2.         Infeksi Sekunder
       Menurut Prince (1997), selain penyakit primer yang progesif, infeksi ulang juga mengarah pada bentuk klinis TB aktif. Tempat terinfeksi primer yang mengandung basil-basil TB dapat tetap laten selama bertahun-tahun dan kemudian teraktifkan kembali jika daya tahan klien menurun. Penting artinya untuk mengkaji kembali secara periodik klien yang telah mengalami infeksi TB untuk mengetahui adanya penyakit aktif.

E.   Klasifikasi
       Klasifikasi kesehatan masyarakat (American Thorasic Society, 1974)
1.    Kategori 0:
a. Tidak pernah terpapar/terinfeksi
b.  Riwayat kontak negatif
c.  Tes tuberkulin
2.    Kategori I:
a.  Terpapar TB tapi tidak terbukti ada infeksi
b.  Riwayat/kontak negatif
c.  Tes tuberculin negatif
3.    Kategori II:
a.    Terinfeksi TB tapi tidak sakit
b.    Tes tuberculin positif
c.    Radiologis dan sputum negatif
4.    Kategori III:
a.    Terinfeksi dari sputum sakit
       Di Indonesia klasifikasi yang dipakai berdasarkan DEPKES 2000 adalah :
1)   Kategori I             : Paduan obat 2HRZE/4H3R3 atau 2HRZE/4HR atau 2HRZE/2HRZE/6HE.
Obat tersebut diberikan pada penderita baru Y+TB paru BTA positif, penderita TB paru BTA negative Rontgen positif yang sakit berat dan penderita TB ekstra paru berat.
2)   Kategori II           : Paduan obat 2HRZES/HRZE/5H3R3E3.
Obat ini diberikan untuk penderita kambuh (relaps), penderita gagal (failure) dan penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).
3)   Kategori III         : Paduan obat 2HRZ/4H3R3
Obat ini diberikan untuk penderita BTA negative da rontgen positif sakit ringan, penderita ekstra paru ringan yaitu TB Kelenjar Limfe (limfadenitis), pleuritis eksudativa uiteral, TB kulit, TB tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
Adapun tambahan dari pengobatan pasien TB obat sisipan yaitu diberikan bila pada akhir tahab intensif dari suatu pengobatan dengan kategori 1 atau 2, hasil pemeriksaan dahak BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama satu bulan.

F.   Manifestasi Klinis
       Gejala umum TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam ringan, nyeri dada, batuk darah (Mansjoer, 1999).
       Gejala lain yaitu kelelahan, anorexia, penurunan berat badan (Luckman, et al, 2009).
1.    Demam: subfebril menyerupai influenza
2.    Batuk: batuk kering (non produktif), batuk produktif (sputum)
3.    Sesak nafas: pada penyakit TB yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah ½ bagian paru-paru.
4.    Nyeri dada: anoreksia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam.

G.  Pemeriksaan Penunjang
       Menurut Mansjoer (1999), pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan adalah:
1.    Darah : leukosit sedikit meninggi
2.    Sputum : BTA, pada BTA (+) ditemukan sekurang-kurangnya 3 batang kuman pada satu sediaan dengan kata lain 5000 kuman dalam 1 ml sputum.
3.    Test tuberculin : Mantaoux Test (PPD)
4.    Rontgen : Foto PA

H.  Komplikasi (Brunner dan Suddarth, 2003) :
1.    TBC tulang
2.    Potts disease
3.    Destroyed Lung (Pulmonary distruction)
4.    Efusi pleura
5.    TBC milier
6.    Meningitis TBC

I.     Penatalaksanaan Medis (Mansjoer, 1999) :
       Jenis obat yang dipakai:
1.    Obat primer:
a.    Izionazid (H)
b.    Rifampisin (R)
c.    Pirazinamid (Z)
d.   Streptomizin
e.    Etambutol (E)
2.    Obat sekunder
a.    Ekonamid
b.    Sikloserin
c.    Protionamid
d.   Kanamisin
e.    PAS (Para Amino Acid)
f.     Tiasetazon
g.    Viromisin
h.    Kapreomisin
Pengobatan TB ada 2 tahap menurut DEPKES 2000 yaitu:
1.    Tahap intensif
Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap Rifampizin. Bila saat tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagiab besar penderita TB BTA positif menjadi negative (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah terjadiny kekebalan obat.
2.    Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih panjang dan jenis obat lebig sedikit untuk mencegah terjadinya kelembutan. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadiny kekambuhan.

J.     Penatalaksanaan Keperawatan, menurut Doenges (2000)
1. Terhadap penderita yang sudah berobat secara teratur
a. Menilai kembali apakah paduan obat sudah adekuat mengenai dosis dan cara pemberian.
b. Pemeriksaan uji kepekaan/ tes resistensi kuman terhadap obat
2. Terhadap penderita yang riwayat penggobatan tidak teratur
a.    Teruskan pengobatan lama ± 3 bulan dengan evaluasi tiap-tiap bulan
b.    Nilai ulang test resistensi kuman terhadap obat
c.    Jangka resistensi terhadap obat, ganti dengan paduan obat yang masih sensitif
3. Pada penderita kambuh (sudah menjalani pengobatan teratur dan adekuat sesuai rencana  terapi dalam kontrol ulang BTA (+) secara mikroskopik atau secara biakan)
a.    Berikan pengobatan yang sama dengan pengobatan pertama
b.    Lakukan pemeriksaan BTA mikroskopik 3kali, biakan dan resistensi
c.    Identifikasi adanya penyakit yang menyertai (Demam, alkoholisme, sterid jangka lama)
d.   Sesuatu obat dengan tes kepekaan atau resistensi
e.    Evaluasi ulang setiap bulannya: pengobatan, radiologis, bakteriologis.

K.  Asuhan Keperawatan
1.    Pengkajian
Data yang dikaji
a.    Aktifitas atau istirahat
1)   Kelelahan
2)   Nafas pendek karena kelelahan
3)   Kesulitan tidur pada malam hari, mengigil atau berkeringat
4)   Mimpi buruk
5)   Takhikardi, takhipnea atau dispnea pada kerja
6)   Kelelahan otot, nyeri, dan sesak nafas
b.    Integritas ego
1)   Adanya faktor stress yang lama
2)   Masalah keuangan, rumah
3)   Perasaan tidak berdaya atau tidak ada harapan
4)   Menyangkal
5)   Ansietas, ketakutan, mudah terangsang
c.    Makanan atau cairan
1)   Kehilananga nafsu makan
2)   Tak dapat mencerna
3)   Penurunan berat badan
4)   Turgor kulit buruk, kering atau kulit bersisik
5)   Kehilangan otot atau hilang lemak subkutan
d.   Kenyamanan
1)   Nyeri dada
2)   Berhati-hati pada daerah yang sakit
3)   Gelisah
e.    Pernafasan
1)   Nafas pendek
2)   Batuk
3)   Peningkatan frekuensi pernafasan
4)   Pengembangan pernafasan tak simetris
5)   Perkusi pekak dan penurunan fremitus
6)   Defiasi trakeal
f.     Keamanan
1)   Adanya kondisi penekanan imun.
2)   Tes HIV positif
3)   Demam atau sakit panas akut.
g.    Interaksi Sosial
1)   Perasaan isolasi atau penolakan.
2)   Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab

2.    Pemeriksaan Diagnostik.
a.    Kultur sputum
b.    Zeihi – Neelsen
c.    Ter kulit
d.   Foto Thorak
e.    Histology
f.     Biopsi jarum pada jaringan paru
g.    Elektrosit
h.    GDA
i.      Pemeriksaan fungsi paru

3.    Diagnosa Keperawatan.
a.    Resiko tinggi infeksi (penyebaran / aktivasi ulang) ybd
1)   Pertahankan primer tak adekuat, penurunan kerja silia.
2)   Kerusakan jaringan.
3)   Penurunan ketahanan.
4)   Malnutrisi.
5)   Terpapar lingkungan.
6)   Kurang pengetahuan untuk menghindari pernafasan pathogen.

NOC 1 : Pengendalian Resiko
Kriteria Hasil :
No
Indikator
1
2
3
4
5
1.

2.
3.
4.
Pasien menyatakan pemahaman penyebab faktor resiko infeksi.
Mengidentifikasi untuk mencegah.
Menurunkan resiko infeksi.
Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk peningkatan lingkungan yang aman.





Keterangan
1.    Tidak pernah bisa
2.    Sedikit bisa
3.    Kemampuan sedang
4.    Kemampuan baik
5.    Sangat mampu
NOC 2 : Status Imun
Kriteria Hasil :
No
Indikator
1
2
3
4
5
1.
2.
3.
4.
5.
Tidak ada infeksi berat
Tidak ada pembengkakan
Suhu tubuh
Nilai sel darah putih
Berat badan dalam batas normal





Keterangan
1.    Sangat tidak sesuai
2.    Sering tidak sesuai
3.    Kadang tidak sesuai
4.    Jarang sesuai
5.    Sering sesuai

NIC  1               : Pengendalian Infeksi
Aktivitas :
1.    Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi.
2.    Identifikasi orang lain yang berisiko.
3.    Anjurkan pasien untuk batuk atau bersin dan mengeluarkan pada tissue dan menghindari meludah.
4.    Kaji tindakan kontrol infeksi sementara.
5.    Kolaborasi pemberian antibiotik.

NIC 2    : Perlindungan terhadap infeksi
Aktivitas :
1.    Pantau tanda atau gejala infeksi.
2.    Pantau hasil laboratorium.
3.    Jelaskan kepada pasien atau keluarga mengapa sakit dan pengobatan meningkatkan resiko terhadap infeksi.
4.    Pertahankan teknik isolasi bila diperlukan.
5.    Berikan terapi antibiotik, bila diperlukan.
b.    Bersihan jalan nafas tidak efektif ybd
1.    Adanya secret
2.    Kelemahan, upaya batuk buruk
3.    Edema tracheal.

NOC 1 : Status Respiratory : Jalan Nafas
Kriteria hasil
No
Indikator
1
2
3
4
5
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tidak ada demam
Tidak ada kecemasan
Tidak tersedak
Respiratory rate dalam batas normal
Irama pernafasan normal
Sputum atau riak dapat keluar
Tidak ada suara nafas tambahan





Keterangan :
1.    Sangat tidak sesuai
2.    Sering tidak sesuai
3.    Kadang tidak sesuai
4.    Jarang tidak sesuai
5.    Sesuai

NOC 2 : Status Respiratory : Pertukaran Gas
Kriteria Hasil
No
Indikator
1
2
3
4
5
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Respiratory rate dalam batas normal
Irama pernafasan dalam batas normal
Kedalaman Pernafasan normal
Ekspirasi paru simetris
Mudah untuk bernafas
Mampu mengeluarkan sputum (membatuk)
Vokal suara adekuat





Keterangan :
1.    Sangat tidak sesuai
2.    Sering tidak sesuai
3.    Kadang tidak sesuai
4.    Jarang tidak sesuai
5.    Sesuai

NIC 1       : Pengelolaan Jalan Nafas
Aktivitas :
1.    Kaji fungsi pernafasan, kecepatan, irama dan kedalaman serta penggunaan otot asesoris.
2.    Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa atau batuk efektif
3.    Beri posisi semi fowler
4.    Bersihkan sekret dari mulut dan trachea.
5.    Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml per hari.
6.    Kolaborasi pemberian oksigen dan obat-obatan sesuai dengan indikasi.
7.    Bunyi nafas menurun atau tidak ada secara bilateral atau unilateral.
8.    Karakteristik : hijau atau parulen, kuning atau bercak darah.

NIC 2 : Pemantauan Pernafasan
Aktivitas :
1.    Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha respirasi.
2.    Pantau respirasi yang berbunyi seperti mendengkur.
3.    Ajarkan cara batuk efektif.
4.    Ajarkan teknik relaksasi untuk meningkatkan pola pernapasan.
5.    Berikan obat nyeri untuk mengoptimalkan pola pernapasan.
6.    Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan.
7.    Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi.



DAFTAR PUSTAKA

Doenger, Marylin E. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC, 2000
Mansjoer, et al. Kapita Selekta Kedokteran.ed 3. Jakarta : FK UI, 1999.
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa Peter Anugrah.ed 4. Jakarta : EGC, 1999.
             Lukman, et al. Standart Perawatan Pasien. Jakarta : EGC, 2003.

No comments:

Post a Comment